Aku
pun langsung membuka pintu kayu itu, dan yang aku takutkan ternyata benar-benar
terjadi. Yang aku lihat adalah pemandangan desa kuno dengan api unggun besar
berada di tengah desa tersebut. ‘ini
seperti de ja vu’ pikirku. Aku pun mencoba berkeliling desa tersebut dengan
maksud mencari tahu apa yang terjadi, atau mungkin menemukan teman-teman ku.
Aku mencoba jalan ke arah api unggun besar itu, banyak warga yang melontarkan
senyuman kepada ku. Mulai dari pria tua yang sedang berkebun di samping
rumahnya, hingga anak-anak kecil yang bermain dengan riang dan tawa nya. ‘mungkin aku harus mencari pria tua yang
waktu itu, kalau tidak salah namanya Tyo’. Tanpa kusadari aku sudah sampai
di pinggiran desa, ternyata terdapat sungai disini dan pandanganku tertuju
kepada jembatan kayu tua yang membatasi antara desa dan hutan gelap. Disana
terdapat gadis sepantaranku yang sepertinya sedang termenung. Aku pun
menghampirinya ‘siapa tau dia bisa
membantuku’pikirku.
“Halo.
maaf menggangggu”, ternyata dia terkejut dengan sapaan ku. “eh.. iya, ada apa
ya?”. “aku orang baru disini, apakah kamu bisa menceritakan apa yang sedang
terjadi di desa ini, dan.. aku juga mencari teman-teman ku. Apakah kamu melihat
orang dengan baju seperti ku lewat sini?” aku coba menjelaskan kalau aku memang
tersesat disini. Dia hanya tampak kebingungan dan tertawa dengan apa yang aku
tanyakan. “hmm… kamu kenapa rish? Kok malah kaya orang nyasar? Ada ada aja
hahaha,”. ‘loh.. dia kok tau nama gue’, “emang
nya situ siapa ya? Aku lupa hehe…” Akhirnya aku pura-pura pernah kenal dia. Gadis
itu malah bingung melihat ku, lalu kemudian tersenyum kecil. “yaudah kita
kenalan aja lagi kaya dulu.” Gadis itu mengulurkan tangannya, aku pun menyambut
tangan itu dengan tangan ku lalu kami pun saling bertatap mata. “Kenalin, nama
aku Sava. Anak dari Pak Tyo, rumahnya? Tuh.. rumah aku yang deket sungai disitu.”
Sava menunjuk rumah yang cukup besar dengan banyak tumpukan kayu di sebelahnya,
lalu dia kembali tersenyum dan melihat ku, “Sekarang kamu yang kenalan rish haha.”.
“Aku? Namaku Parrish, anak dari Pak Roma. Nge-kos di Bandung” Aku mengikuti jawaban
dari Sava yang ternyata dia malah bingung. “Bandung dimana rish? Baru denger aku”.
‘oiya.. kalo di pikir-pikir kan ini pedesaan
tahun 10SM, dia mana tau Bandung dimana’. Langsung saja ku jawab “Bandung itu
dari tempat asal ku sav. Btw dari pada ngomongin asal mana, aku boleh ketemu bokap
kamu ngga?”. “Bokap itu apaan lagi parrish..?”. Aku pun langsung menepuk jidat
ku sendiri “oiya kamu gatau ya, bokap itu Ayah kalo di tempat asal ku. Jadi,
aku boleh ketemu ayah kamu ngga sav?”. “ohh.. bisa kok. Sini aku anter ke ayahku.
Kebetulan dia lagi berburu Treeshew di
hutan”, dia menarik tangan ku dan kami pun berjalan berdua melewati jembatan
kayu ini menuju hutan.
Ternyata
hutan ini tidak seseram yang terlihat dari pinggir desa, terdapat banyak bunga
di hutan ini. Namun dari yang diberi tahu Sava, tidak semua bunga ini bisa dinikmati
ke indahannya, ada beberapa bunga yang beracun, bahkan dapat menggigit. Banyak juga
burung bernyanyi di hutan ini, kata Sava itu sejenis burung mockingjay. Dan yang ingat aku ingat
dari mockingjay hanyalah film The
Hunger Games. “Sav.. tadi ayah kamu lagi berburu trisaw? Trisaw itu apa ya?”. Dia malah ketawa mendengar pertanyaan ku. “treeshew rish, bukan trisaw hahaha..”
dia kembali tertawa. “iya itu maksudku.. duh maklumin dong, kan aku anak baru.”
Dia tersenyum dan menjelaskan “iyaiya deh.. treeshew
itu sejenis tupai disini rish. Cuman kalu kita teliti saat berburu. Kita bisa
dapet treeshew yang berukuran besar,
dan itu daging nya enak banget rish. Kamu harus coba nanti waktu kita balik ke
desa.” “WIh, kalo masalah makanan dengan senang hati kok sav aku mau coba nanti
haha”. Kami berdua bersenda gurau dan berjalan-jalan menikmati pemandangan hutan
pinggir desa, tapi lama-kelamaan aku merasakan hal aneh. Kami berdua tidak
menemukan Pak Tyo, bahkan aku tidak mendengar suara orang berburu dari tadi. Hutan
ini benar-benar sepi disini oleh kami berdua, mungkin karna waktu juga sudah
sore. Lalu aku akhirnya membuka pertanyaan ke Sava. “Sav, dari tadi kita
muter-muter hutan, kok ayah kamu ngga keliatan ya dari tadi?”, dia yang tadi nya
terlihat riang, jadi diam dan melihatku. “ngg.. rish. Sebetulnya ayah aku lagi
tugas ke desa tetangga, kamungkinan pulang itu 2-3 hari lagi. Maaf ya”. Aku
terdiam mendengarnya, rasa kesal dan marah bercampur menjadi satu. “APA!?
KENAPA NGGA BILANG DARI SAV.. INI KAN BUANG-BUANG WAKTU DOANG. TAU GITU GUE KELILING
DESA LAGI CARI INFORMASI. AH KACAU..!” Aku berteriak ke Sava, entah perasaan
apa yang membuat ku melakukan hal itu kepada gadis yang sudah memberitahu ku
banyak hal tentang desa dan hutan ini. Aku pun berputar badan dan pergi menuju
desa meninggalkan Sava di hutan, ternyata Sava menjadi sedih dan meneteskan air
mata. “tapikan.. aku cuma kangen sama kamu rish.. “.
Continue at Chapter 8 --->
0 Pesan para tamu:
Post a Comment