Friday 15 December 2017

Where's Woff - Chapter 7

                Aku pun langsung membuka pintu kayu itu, dan yang aku takutkan ternyata benar-benar terjadi. Yang aku lihat adalah pemandangan desa kuno dengan api unggun besar berada di tengah desa tersebut. ‘ini seperti de ja vu’ pikirku. Aku pun mencoba berkeliling desa tersebut dengan maksud mencari tahu apa yang terjadi, atau mungkin menemukan teman-teman ku. Aku mencoba jalan ke arah api unggun besar itu, banyak warga yang melontarkan senyuman kepada ku. Mulai dari pria tua yang sedang berkebun di samping rumahnya, hingga anak-anak kecil yang bermain dengan riang dan tawa nya. ‘mungkin aku harus mencari pria tua yang waktu itu, kalau tidak salah namanya Tyo’. Tanpa kusadari aku sudah sampai di pinggiran desa, ternyata terdapat sungai disini dan pandanganku tertuju kepada jembatan kayu tua yang membatasi antara desa dan hutan gelap. Disana terdapat gadis sepantaranku yang sepertinya sedang termenung. Aku pun menghampirinya ‘siapa tau dia bisa membantuku’pikirku.
                “Halo. maaf menggangggu”, ternyata dia terkejut dengan sapaan ku. “eh.. iya, ada apa ya?”. “aku orang baru disini, apakah kamu bisa menceritakan apa yang sedang terjadi di desa ini, dan.. aku juga mencari teman-teman ku. Apakah kamu melihat orang dengan baju seperti ku lewat sini?” aku coba menjelaskan kalau aku memang tersesat disini. Dia hanya tampak kebingungan dan tertawa dengan apa yang aku tanyakan. “hmm… kamu kenapa rish? Kok malah kaya orang nyasar? Ada ada aja hahaha,”. ‘loh.. dia kok tau nama gue’, “emang nya situ siapa ya? Aku lupa hehe…” Akhirnya aku pura-pura pernah kenal dia. Gadis itu malah bingung melihat ku, lalu kemudian tersenyum kecil. “yaudah kita kenalan aja lagi kaya dulu.” Gadis itu mengulurkan tangannya, aku pun menyambut tangan itu dengan tangan ku lalu kami pun saling bertatap mata. “Kenalin, nama aku Sava. Anak dari Pak Tyo, rumahnya? Tuh.. rumah aku yang deket sungai disitu.” Sava menunjuk rumah yang cukup besar dengan banyak tumpukan kayu di sebelahnya, lalu dia kembali tersenyum dan melihat ku, “Sekarang kamu yang kenalan rish haha.”. “Aku? Namaku Parrish, anak dari Pak Roma. Nge-kos di Bandung” Aku mengikuti jawaban dari Sava yang ternyata dia malah bingung. “Bandung dimana rish? Baru denger aku”. ‘oiya.. kalo di pikir-pikir kan ini pedesaan tahun 10SM, dia mana tau Bandung dimana’. Langsung saja ku jawab “Bandung itu dari tempat asal ku sav. Btw dari pada ngomongin asal mana, aku boleh ketemu bokap kamu ngga?”. “Bokap itu apaan lagi parrish..?”. Aku pun langsung menepuk jidat ku sendiri “oiya kamu gatau ya, bokap itu Ayah kalo di tempat asal ku. Jadi, aku boleh ketemu ayah kamu ngga sav?”. “ohh.. bisa kok. Sini aku anter ke ayahku. Kebetulan dia lagi berburu Treeshew di hutan”, dia menarik tangan ku dan kami pun berjalan berdua melewati jembatan kayu ini menuju hutan.

                Ternyata hutan ini tidak seseram yang terlihat dari pinggir desa, terdapat banyak bunga di hutan ini. Namun dari yang diberi tahu Sava, tidak semua bunga ini bisa dinikmati ke indahannya, ada beberapa bunga yang beracun, bahkan dapat menggigit. Banyak juga burung bernyanyi di hutan ini, kata Sava itu sejenis burung mockingjay. Dan yang ingat aku ingat dari mockingjay hanyalah film The Hunger Games. “Sav.. tadi ayah kamu lagi berburu trisaw? Trisaw itu apa ya?”.  Dia malah ketawa mendengar pertanyaan ku. “treeshew rish, bukan trisaw hahaha..” dia kembali tertawa. “iya itu maksudku.. duh maklumin dong, kan aku anak baru.” Dia tersenyum dan menjelaskan “iyaiya deh.. treeshew itu sejenis tupai disini rish. Cuman kalu kita teliti saat berburu. Kita bisa dapet treeshew yang berukuran besar, dan itu daging nya enak banget rish. Kamu harus coba nanti waktu kita balik ke desa.” “WIh, kalo masalah makanan dengan senang hati kok sav aku mau coba nanti haha”. Kami berdua bersenda gurau dan berjalan-jalan menikmati pemandangan hutan pinggir desa, tapi lama-kelamaan aku merasakan hal aneh. Kami berdua tidak menemukan Pak Tyo, bahkan aku tidak mendengar suara orang berburu dari tadi. Hutan ini benar-benar sepi disini oleh kami berdua, mungkin karna waktu juga sudah sore. Lalu aku akhirnya membuka pertanyaan ke Sava. “Sav, dari tadi kita muter-muter hutan, kok ayah kamu ngga keliatan ya dari tadi?”, dia yang tadi nya terlihat riang, jadi diam dan melihatku. “ngg.. rish. Sebetulnya ayah aku lagi tugas ke desa tetangga, kamungkinan pulang itu 2-3 hari lagi. Maaf ya”. Aku terdiam mendengarnya, rasa kesal dan marah bercampur menjadi satu. “APA!? KENAPA NGGA BILANG DARI SAV.. INI KAN BUANG-BUANG WAKTU DOANG. TAU GITU GUE KELILING DESA LAGI CARI INFORMASI. AH KACAU..!” Aku berteriak ke Sava, entah perasaan apa yang membuat ku melakukan hal itu kepada gadis yang sudah memberitahu ku banyak hal tentang desa dan hutan ini. Aku pun berputar badan dan pergi menuju desa meninggalkan Sava di hutan, ternyata Sava menjadi sedih dan meneteskan air mata. “tapikan.. aku cuma kangen sama kamu rish.. “.



Continue at Chapter 8 --->
Share:

0 Pesan para tamu: